Pentingnya Tahsinul Quran
Oleh: Auaradha Shukura Muji*
*Kepala Departemen Syiar dan Pelayanan KAMIL 2021
Kata tahsin berasal dari akar kata hassana-yuhassinu memiliki persamaan makna dengan kata jawwada-yujawwidu, yang maknanya adalah memperbagus. Adapun menurut istilah, tahsin atau tajwid adalah mengeluarkan setiap huruf dari makhraj (tempat keluar)-nya dengan memberikan haq dan mustahaq-nya. Menurut Abdul Aziz Abdur Rauf (2017: 9), yang dimaksud dengan haq huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti jahr, isti’la’, istifal dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq huruf adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa’ dan sebagainya.
Berdasarkan Abdul Aziz Abdur Rauf (2017: 9), hukum mempelajari ilmu tajwid secara teori adalah fardhu kifayah, sedangkan hukum membaca Al-Quran sesuai dengan kaidah ilmu tajwid adalah fardhu ‘ain. Hal ini juga dipertegas dalam firman Allah Surat Al-Muzzammil Ayat 4 sebagai berikut.
“…dan bacalahَ Al-Quran denganَ tartil”
Menurut Hardi Damri (2018: 29), fi’il amar yang terdapat pada ayat di atas menunjukkan wajib,َ sehingga bermakna “…dan wajib membaca Al-Quran dengan tartil”.َ Adapun arti dari kata tartil menurut Ali bin Abi Thalib adalah pengetahuan tentang tajwid yang berkaitan dengan makhraj dan sifat, serta mengetahui tentang waqaf (tempat berhenti). Imam Ibnu Al-Jazari dalam kitabnya An-Nasr berkata bahwa tartil lebih umum dari pada tingkatan atau kadar kecepatan bacaan. Ketika bacaan cepat, sedang atau lambat, jika sesuai dengan tajwid, tadabbur,َ dan khusyu’,َ maka itu adalah bacaan yang tartil. Selain firman Allah dalam Surat Al-Muzzammil ayat 4 di atas, dalil kewajiban membaca Al-Quran sesuai dengan kaidah ilmu tajwid juga terdapat dalam hadits riwayat Thabrani, yang artinya, “Bacalah Al-Quran sesuai dengan cara dan suara orang-orang Arab, dan jauhilah olehmu cara baca orang-orang ahlul kitab dan orang fasik! Sesungguhnya akan datang beberapa kaum setelahku melagukan Al-Quran seperti nyanyian, rahbaniah (membaca tanpa tadabbur) dan berdendang. Suara mereka tidak dapat melewati tenggorokan (tidak dapat meresap ke dalam hati), hati mereka dan orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar dari jalan yang lurus.)”
Kewajiban membaca Al-Quran sesuai dengan kaidah ilmu tajwid juga dijelaskan oleh Imam Ibnu Al-Jazari dalam Matan Jazariyyah sebagai berikut.
“Membaca Al-Quran dengan bertajwid hukumnya wajib. Siapa yang membacanya dengan tidak bertajwid, maka ia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah menurunkan Al-Quran, dan dengan tajwid pula Al-Quran sampai dari-Nya kepada kita.”
Menurut (Abdul Aziz Abdur Rauf, 2017: 13) tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah menjaga lidah agar terhindar dari kesalahan dalam membaca Al-Quran. Kesalahan dalam membaca Al-Quran disebut lahn. Berdasarkan Aiman Rusydi Suwaid (2017:19), lahn menurut etimologi artinya menyimpang dari kebenaran. Sementara menurut terminologi adalah kekeliruan dalam membaca Al-Quran. Kesalahan dalam membaca Al-Quran terbagai menjadi dua, yakni kesalahan jelas (al-lahnul jaliy) dan kesalahan tersembunyi (al-lahnul khafiy). Kesalahan jelas adalah kesalahan yang terjadi pada lafal, sehingga merusak makna atau i’rab (hukum tata bahasa Arab), sedangkan kesalahan tersembunyi adalah kesalahan yang terjadi pada lafal, sehingga merusak kesempurnaan sifat-sifat lafal tersebut, meskipun tidak menyimpang dari tempatnya.
Berdasarkan ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa memperbaiki dan memperbagus bacaan Al-Quran sesuai dengan kaidah ilmu tajwid atau yang saat ini lebih dikenal dengan Tahsinul Quran merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Setiap muslim laki-laki maupun perempuan memiliki kewajiban yang sama akan hal ini, sehingga dengan memperbaiki dan memperbagus bacaan Al-Quran, dapat menjaga lidah seseorang dari kesalahaan dalam membaca Al-Quran.
“Apakah kita tidak merasa malu,َ jika saat ini kita telah lulus Sekolah Menengah Atas, Sarjana, Magister, atau bahkan telah menyelesaikan jenjang pendidikan tertinggi sekelas Doktoral pun, namun bacaan Al-Quran kita masih terbata-bata layaknya anak TPA?”
“Jika tidak sekarang, lantas harus menunggu sampai kapan lagi? Apakah harus menunggu kematian untuk menyadarkan kita bahwa memperbaiki bacaan Al-Quran adalah sebuah kewajiban yang perlu kita ikhtiarkan?”
Selagi Allah masih memberikan nikmat waktu dan kesempatan kepada kita, mari bergegas untuk memulai. Tidak ada kata terlambat bagi seseorang yang ingin memperbaiki diri demi menggapai ridha Illahi.
DAFTAR RUJUKAN
Damri, Hardi. 2018. Bimbingan Praktis Ilmu Tajwid. Pekanbaru: Tafaqquh Media. Rauf, Abdul Aziz Abdur. 2017. Panduan Ilmu Tajwid Aplikatif. Jakarta: Markaz Al-Quran.
Suwaid, Aiman Rusydi. 2012. At-Tajwid Al-Mushawwar. Terjemahan oleh Mujtahid, Umar. 2017. Panduan Ilmu Tajwid Bergambar. Solo: Zamzam.